Residu Pestisida dalam Sayuran d Indonsia

Residu Pestisida dalam Sayuran d Indonsia

Data tentang residu pestisida dalam sayuran di indonesia masih terbatasnya fasiltas untuk pemantauan residu pestisida.

Pemantauan yang dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Universitas Pajajaran menunjukkan bahwa pada umumnya kandungan residu pestisida dalam conoh-contoh sayuran di daerah Jawa Barat adalah rendah. Juga dilaporkan adanya residu pestisida pada jenis-jenis sauran yang tdak disemprot pestisida seperti kangkung, genjer, daun talas dan aun singkong (Soemarwoto, 1980). Mlyani dan Sumatera (1982) melaporkan bahwa dari contoh-contoh sayuran yang diambil dari 7 daerah pusat sayuran di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan jawa Timur ditemukan residu beberapa jenis insektisida (DDT, aldrin, diazinon, dieldrin, fenitrothion, fenoat, an khlorpyrifos) meskipun masih jauh di bawah nilai MRL (Maximum Residu Limit) menurut FAO/WHO 1978. Ada satu tempat yaitu di Batu pada wortel ternyata residu DDT hampir mencapai batas MRL. Jenis sayuran yang diambil contohnya adalah kenang, kubis, sawi, tomat, dan wortel.

Oshawa et al. (1985) melaporkan bahwa dari cntoh kubis, tomat, dan mentimun yang diambl dari pasar Sri Wedari Yogyakarta ditemukan residu BHC, aldrin, dieldrin, heptachlr, DDT, DDE, dan diazinon dalam kadar yang di bawah nilai MRL. Meskipun demikian masih adanya residu pestisida persisten organokhlor pada contoh sayuran perlu memperoleh perhatian. Effendy (1985) juga menemukan kadar residu metaidofos dari contoh kubis yang diambil dari pasar Pakem, Yogyakarta sebesar 0,014 – 0,120 ppm. Yang masih di bawah nilai NMR.

Alasan Sayuran Organik Lebih Mahal dibanding Sayuran Konvensional

Harga Sayuran Organik

Jika membicarakan tentang perbedaan antara sayuran organik dan juga sayuran konvensional pastilah tidak akan lari dari yang namanya masalah tentang harga. Sudah hal umum yang patut dibicarakan tentang harga sayuran organik yang relatif lebih mahal daripada sayuran konvensional. Hal tersebut pastilah ada lasannya kenapa bisa lebih mahal dibandingkan dengan sayuran pada umumnya yang ada di pasar taradisional. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa harga sayuran orgnaik bisa lebih mahal dibandingkan dengan sayuran konvensional yang ada di pasaran:

1. Membutuhkan waktu yang lama sekitar kurang lebih 3 tahun untuk peralihan dari lahan pertanian non-organik ke organik. Pada awal peralihan ini biasanya tingkat produksi rendah. Oleh karena itu, untuk kompensasi bagi petani, harga produk sedikit meningkat.

2. Biaya untuk menyediakan kemasan khusus agar lebih higienis dan untuk meminalisasi kontaminasi.

3. Untuk membiayai upah bagi pekerja pembuat pupuk dan pestisida alami.

4. Jumlah pekerja yang lebih banyak dan juga jam kerja lebih panjang untuk mengawasi lahan dari serangan hama.

5. Risiko kegagalan panen lebih tinggi. Hasil panen rata-rata hanya 70% (produk yang tidak layak konsumsi, dibuang atau dijadikan pupuk). Agar tetap menguntungkan, harga tetap dihitung panen penuh.

6. Biaya sertifikasi (kurang lebih sekitar Rp 7.000.000, 00 untuk masa 3 tahun).

7. Biaya transportasi yang dilengkapi sistem khusus untuk meminimalisasi kontaminasi. Produk organik tak selalu tersedia seperti non organik. Karena, petani perlu waktu untuk melakukan rotasi tanaman, agar potensi tanah tetap terjaga.

Jadi bisa disimpulkan bahwa harga yang relatif mahal adalah suatu bentuk untuk membiayai biaya pengeluaran yang dilakukan sebelum panen yang bisa dikatakan tidak sedikit. Dengan begitu berarti memang sesuai dengan slogan “Ada harga, ada barang”. Sudah pasti dengan harga yang lebih mahal itu, kita juga mendapatkan barang ( sayuran ) yang kualitasnya memang jauh lebih baik daripada dengan sayuran yang ada di pasar tradisional.

Pembasmian Hama Secara Organik

Pembasmian Hama Secara Organik

Hama dan penyakit tanaman merupakan kendala yang perlu selalu diantisipasi perkembangannya karena dapat menimbulkan kerugian bagi petani. Dengan adanya hama yang mengancam kualitas tanaman, maka para petani membutuhkan cara untuk membasmi hama. Cara-cara yang dilakukan untuk membasmi hama secara organik pasti hampir sama dengan cara membasmi hama pada umumnya namun mungkin perbedaannya ada di bahan-bahannya yang tidak mengandung bahan kimia berbahaya yang dapat mempengaruhi hutrisi tanaman sayuran. Berikut ini adalah beberapa cara untuk membasmi hama tanpa menggunakan bahan-bahan kimia:


1. Secara Mekanik

-Bisa dengan melakukan pengambilan menggunakan tangan secara manual. Dapat dilakukan pada jenis hama ulat dan belalang, dengan intensitas serangan hama dalam skala kecil.

-Penangkapan bersama-sama oleh banyak orang pada hama belalang. Hal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa sayuran organik membutuhkan banyak pekerja, yaitu untuk melakukan pengontrolan hama.

-Pemasangan perangkap antara lain ; menggunakan lampu perangkap (light trap) untuk hama penggerek batang pada fase kupu-kupu. Lampu perangkap ini dipasang pada saat malam hari; penggunaan perangkap kertas warna (colour trapping) untuk hama lalat putih. Warna kertas yang digunakan bisa berwarna kuning atau lainnya yang cerah. Kertas terlebih dahulu diberi lem perekat atau racun tikus atau ter agar hama terperangkap pada kertas tersebut.


2. Biopestisida/Pesticida organik

Penggunaan pestisida organik dapat berupa bakterisida atau insektisida yang disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit dan sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Beberapa contoh tanaman yang bisa digunakan sebagai pestisida misalnya daun mahoni, gadung, tembakau, daun sirsak dan sebagainya. Pestisida organik dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang mengandung zat antiserangga. Untuk mempermudah dan mempercepat proses pembuatan pestisida organik, diperlukan bantuan bakteri EM yang berasal dari Pupuk Cair Organik. Berikut ini adalah bahan-bahan yang bisa digunakan untuk pupuk organik dalam skala rumahan. Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain: pupuk cair organik (100ml); molase/tetes tebu (100ml); alkohol 40% (100ml); cuka (100ml); air tajin/air cucian beras (1 liter); tanaman aniti serangga, yaitu jahe, lengkuas, kunyit, temulawak, temugiring (masing-masing sebesar jempol tangan); sereh (2 batang); bawang putih (8 siung); bwang merah (5 siung); daun mindi (2 ons); brotowali (10 ons). Cara membuatnya adalah: blender semua tanaman anti serangga dengan air tajin; kemudian masukan ke jerigen ekstrak; campurkan cuka alkohol dan molase serta larutan EM dan aduk hingga rata; simpan pada suhu ruang dengan kondisi ditutup rapat; kocok setiap pagi dan sore kurang lebih sekitar 5 menit, pengocokkan dihentikan sekitar kurang lebih 2 minggu masa penyimpanan; untuk membuang gas yang terbentuk dapat dibuka tutupnya; sebelum dipakai, biarkan selama 7 hari. Cara menggunakannya adalah campurkan cairan pestisida organik dengan 5-10 ml air dan semprotkan ke tanaman yang terkena hama, sebaiknya digunakan pada sore hari. 


3. Menggunakan Musuh Alami

Penggunaan musuh alami dengan pengendalian biologis yaitu menggunakan serangga atau bakteri dalam pengendalian hama secara innundative (pelepasan musuh alami secara berulang dengan jenis lokal) dan klasikal (pelepasan musuh alami secara tidak berulang dengan jenis eksotik). Musuh alami kita pilih musuh alami yang paling dekat dengan target hama, kita pilih yang terbatas/lebih sedikit sehingga tidak akan menyerang di luar target. Penggunaan musuh alami harus mengacu pada aturan penggunaan kontrol biologi. Penciptaan musuh alami juga dibarengi dengan penciptaan habitat hidup bagi predator alami tersebut misalnya penanaman pohon atau tegakan sebagai tempat bersarang atau penghasil biji makanan predator. Secara umum prinsip penggunaan musuh alami tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem yang ada.

Pengertian Pupuk Kompos

Pupuk Kompos

Pupuk kompos merupakan pupuk yang berasal dari sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut kelapa. Tanaman air yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air, eceng gondok, dan azola. Beberapa kegunaan kompos adalah:

1. Memperbaiki struktur tanah.

2. Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir.

3. Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.

4. Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah.

5. Menambah dan mengaktifkan unsur hara.


Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman. Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan menurunnya temperatur kompos (di bawah 400 c).


Cara untuk membuat pupuk kompos secara garis besar dan yang umum adalah sebagai berikut:

1. Potong-potong bahan organik (daun-daun kering, dan lain-lain) sehingga berukuran kecil

2. Setelah itu, tumpuk dan taruh rumput di bagian atas

3. Taruh kotoran ternak yang telah dibasahi pada bagian paling atas tumpukan

4. Lakukan menggunakan cara yang sama sampai semua bahan habis.

5. Tumpuk semuanya jadi satu

6. Jaga kelembaban dalam tumpukan bahan agar tetap lembab dan tidak becek

7. Apabila pengomposan berlangsung baik, pada minggu ke 3-4 akan terjadi kenaikan suhu. Gunakan tongkat kayu untuk mengetahui telah terjadi kenaikan suhu dengan cara menusukkan tongkat kayu tersebut ke dalam tumpukan kompos kemudian tarik dan lihat ujung tongkatnya, apakah sudah terasa lembab dan hangat. Bila iya, berarti proses pengomposan berjalan dengan normal dan baik. Jika ujung tongkat terasa kering, segera siramkan air ke dalam kompos. Bila ujung tongkat terasa dingin, berarti pengomposan gagal dan harus diulang kembali pembuatannya dari awal.

8. Setelah terjadi kenaikan suhu, maka suhu akan mengalami penurunan. Pada saat inilah tumpukan kompos harus dibalik.

9. Sebulan setelah terjadi penurunan suhu dan kompos telah dibalik, maka kompos telah jadi dan siap dipakai


Kemudian berikut ini adalah cara pembuatan pupuk kandang:

1. kumpulkan kotoran hewan yang dibutuhkan

2. keringkan kotoran tersebut pada terik matahari

3. biarkan kotoran tersebut sampai berubah bentuk menjadi lembut, dan tidak bau lagi

4. lalu pupuk kandang siap digunakan setelah dikeringkan dalam beberapa minggu. Bila kotoran hewan masih baru justru akan membuat tanaman menjadi mati.

Pengertian Pupuk Kandang

Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang kotorannya sering digunakan sebagai pupuk kandang adalah hewan yang biasa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran dari hewan ternak misalnya kambing, sapi, domba, dan ayam. Pupuk kandang banyak mengandung unsur fosfor, nitrogen, dan kalium. Pupuk kandang terbagi menjadi 2 jenis:

1. Pupuk dingin adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan secara perlahan oleh mikroorganime sehingga tidak menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.

2. Pupuk panas adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan mikroorganisme secara cepat sehingga menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam. Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan - bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa menjadi lebih optimal. Pupuk kandang yang telah siap digunakan memiliki ciri temperaturnya agak dingin, bentuknya berremah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang. Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan. Penggunaan pupuk yang belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan tanaman. Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah dengan cara dibenamkan, sehingga penguapan unsur hara akibat prose kimia dalam tanah dapat dikurangi. Penggunaan pupuk kandang yang berbentuk cair paling baik dilakukan setelah tanaman tumbuh, sehingga unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair ini akan cepat diserap oleh tanaman.

Sinopsis Dan Target Audience

Sinopsis Dan Target Audience




Sinopsis

Dalam animasi edukasi ini akan berbasis animasi yang berupa pop up animation yang alurnya akan ditampilkan secara menarik dan interaktif dimulai dengan apa itu sayuran organik, apa manfaat dari sayuran organik, bagaimana cara mendapatkan label produk organik yang baik kualitasnya dan memberi informasi tentang bedanya serta keunggulan sayuran organik dibanding sayuran konvensional.


Target Audience

Target audience yang saya tuju adalah audience yang sudah pasti golongan menengah ke atas karena dari segi harga sayuran organik memang lebih mahal sehingga audience yang lebih banyak berada di golongan menengah ke atas. Lalu dalam range usia , target audience yang saya tuju adalah kaum remaja umur sekitar 20-25 tahun dan juga orang dewasa yang sudah mengerti tentang masak-memasak dan juga kesehatan. Jika ingin spesifik, bisa juga ditujukan kepada ibu-ibu muda yang masih baru menikah dan masih mementingkan penampilan.

Karakteristik Umum Pupuk Organik

Karakteristik umum pupuk Organik:


1. Kandungan hara rendah. Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tetapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya. Kandungan hara yang rendah berarti biaya untuk setiap unit unsur hara yang digunakan nisbi lebih mahal.

2.Ketersediaan unsur hara lambat.

3.Menyediakan hara dalam jumlah terbatas. Penyediaan hara yang berasal dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan hara yang diperlukan oleh tanaman.


Sumber pupuk organik bisa berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman, dan limbah, misalkan: pupuk kandang (ternak besar dan kecil), hijauan tanaman rerumputan, semak, perdu dan pohon, limbah pertanaman (jerami padi, batang jagung,sekam padi dll, dan limbah argoindustri. Tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik dan tanah yang kecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah.

Perbedaan Sayuran Organik Dan Sayuran Konvensional

Perbedaan Sayuran Organik dan Sayuran Konvensional

Pertama-tama mari kita lihat arti dari kata sayuran konvensional. Kata konvensional bisa berarti tradisional atau kuno ataupun lazim. Jadi dengan kata lain sayuran konvensional adalah sayuran yang sudah lazim atau sudah biasa berada di pasaran, namun tetap berbeda dari sayuran organik. Sedangkan kata "organik" lebih mengacu pada cara menanam dan mengolah hasil pertanian, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, produk susu dan daging. Praktek pertanian organik dirancang untuk mendorong konservasi tanah dan air dan mengurangi polusi. Petani yang menanam produk organik dan daging tidak menggunakan metode konvensional untuk membuahi, mengendalikan gulma atau mencegah penyakit ternak. Sebagai contoh, daripada menggunakan weedkillers(pembasmi gulma) kimia, petani organik dapat melakukan rotasi tanaman yang lebih canggih dan penyebaran mulsa atau pupuk kandang. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara:


Sayuran Konvensional:

-menggunakan pupuk kimia untuk merangsang pertumbuhan yang cepat

-menyemprotkan pestisida berbahan kimia untuk membasmi hama dan penyakit

-menggunakan herbisida (semacam obat kimia) untuk menyingkirkan gulma


Sayuran Organik:

-menggunakan pupuk kompos alami untuk menyuburkan tanah sekaligus memberi makan tanaman

-menggunakan serangga khusus pembasmi hama pemakan daun (menggunakan musuh alami)

-memutar/ merotasi / tumpang gilir tanaman agar bebas gulma.

Manfaat Mengkonsumsi Makanan Organik

Manfaat Mengkonsumsi Makanan Organik

Manfaat yang dapat kita peroleh dengan mengkomsumsi sayuran organik, diantaranya adalah : 

1. Lebih enak, segar dan tidak cepat busuk

Sayuran organik memiliki rasa yang lebih manis, renyah dan segar. Hal ini disebabkan kandungan air dalam sayur tidak terlalu banyak. Selain itu, kandungan air yang sedikit dibandingkan dengan sayuran non organik membuat sayur organik ini lebih tahan lama dari proses pembusukan. Dan tentu saja alasan utamanya adalah karena makanan itu dihasilkan dengan sarana produksi alami.

2. Lebih bergizi dan sehat 

Makanan organik tidak dibentuk menggunakan pupuk kimia, pestisida kimia serta bahan kimia lain sehingga tidak merugikan tubuh manusia. Beberapa studi menunjukkan bahwa buah dan sayuran organik (misalnya, beras, tomat, kubis, bawang dan selada organik) mengandung lebih banyak nutrisi seperti vitamin, magnesium, fosfor, zinc dan besi. Sayuran organik memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi seperti kandungan mineral dibandingkan sayuran non organik. 

3. Tidak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia 

Manfaat sayuran organik ini untuk mencegah/mengurangi masuknya zat - zat kimia dari pupuk buatan maupun pestisida dalam sayuran ke tubuh. Residu atau endapan dari zat kimia tadi bisa membahayakan dan menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker.

4. Menjaga kelestarian lingkungan

Dengan semakin bertambahnya berbagai pencemaran akhir - akhir ini membuat produksi bahan makanan secara organik telah membantu menjaga dan mengembalikan lingkungan dari polusi tanah, air dan udara sehingga menciptakan dunia yang aman bagi kehidupan generasi mendatang.

Tanaman Pakan Toleran Pada Tanah Salin

Tanaman Pakan Toleran Pada Tanah Salin

Kelebihan suatu unsur pada media tumbuh tanaman dapat mengganggu pertumbuhan melalui : kompetisi dengan unsur esensial lain dalam penyerapan, menonaktifkan enzim, mengantikan unsur-unsur esensial dari tempat berfungsinya atau mengubah struktur air (Marschner, 1986). Oleh karena itu agar tanaman toleran terhadap kelebihan NaCl pada media tumbuhnya, harus mengurangi absorbsi ion Na dan atau ion Cl oleh akar atau mempunyai berbagai cara menetralkan (buffer) pengaruh NaCl dilingkungan perakaran atau setelah diserap tanaman. 

Morfologi dan fisiologi toksisitas cekaman NaCl pada tanaman tampak pada reduksi pertumbuhan akar (Kusmiyati et al., 2000), penurunan serapan unsur hara (Sopandie, 1990 dan Kusmiyati et al 2000), dan perubaan struktur tanaman seperti reduksi ukuran daun dan jumlah stomata, penebalan kutikula daun dan terbentuknya lapisan lilin pada permukaan daun serta lignifikasi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988). 

Perbaikan mutu genetik tanaman dapat dilakukan melalui introduksi galur-galur unggul, seleksi, persilangan dan manipulasi genetik. Di Indonesia, tanaman rumput pakan mempunyai kendala perbanyakan secara generatif karena kendala penyediaan benih fertil, sehingga sampai saat ini perbanyakan melalui cara vegetatif lebih banyak dilakukan. Oleh karena itu pada tanaman rumput pakan, maka perbaikan genetik yang memungkinkan adalah dengan introduksi, seleksi dan manipulasi tanamannya atau menggabungkan ketiganya.

Salah satu perbaikan mutu genetik tanaman rumput pakan yang telah dilakukan adalah melalui seleksi tanaman terhadap salinitas yang mewakili zona agroekosisten lahan pantai, dilanjutkan dengan penggandaan kromosom terhadap tanaman terpilih hasil seleksi (Anwar, Karno, Kusmiyati dan Sumarsono, 2003). Spesies hasil pengandaan kromosom atau tanaman poliploid mempunyai kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan dibandingkan tanaman diploidnya akibat adanya penambahan alel pada sistem kromosomnya (Baataout, 1999).

Salah satu manipulasi lingkungan tumbuh tanaman rumput pakan yang telah dilakukan adalah melalui perbaikan kandungan bahan organik tanah pada kondisi salinitas yang mewakili zona agroekosisten lahan pantai (Sumarsono, Anwar dan Budianto 2005). Bahan organik di dalam tanah dapat berperan sumber unsur hara, memelihara kelembaban tanah, sebagai buffer dengan mengkhelat unsur-unsur penyebab salinitas sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara.

Mencari Sumber Pupuk Organik

Mencari Sumber Pupuk Organik

Untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik tanah, diperlukan penambahan organik secara berangsur. Masalah utama dalam penggunaan pupuk organik adalah perlu jumlah yang terlalu banyak, dan ketidak tersediaan sumber bahan organik di lapang. Memang pupuk kandang telah terbukti sejak nenek moyang kita sebagai pupuk yang mampu untuk mempertahankan bahkan memperbaiki kesuburan tanah. Kita tidak bisa mengandalkan pupuk kandang sebagai satu-satunya sumber bahan organik, mengingat populasi ternak yang dimiliki petani semakin lama semakin berkurang. Oleh karena itu perlu dicari sumber bahan organik yang potensial setempat. Potensial setempat yang dimaksud adalah sumber bahan organik tersebut mudah didapatkan dilapangan, dalam jumlah memadai, dan efektif dalam peningkatan keharaan tanah. 

Sebenarnya sumber bahan organik yang ada di lapangan cukup banyak namun terkadang kita belum tahu atau tidak biasa menggunakannya. Berbagai sumber bahan organik yang dapat dikembangkan antara lain: pupuk hijau (hasil pangkasan tanaman), sisa tanaman (misal jerami), sampah kota dan limbah industri.

Pupuk Hijau. 

Bahan organik yang digunakan sebagai sumber pupuk dapat berasal dari bahan tanaman, yang sering disebut sebagai pupuk hijau. Biasanya pupuk hijau yang digunakan berasal dari tanaman legum, karena kemampuan tanaman ini mampu mengikat N2-udara dengan bantuan bakteri rizobium, menyebabkan kadar N dalam tanaman relatif tinggi. Karena kandungan hara nitrogennya tinggi, maka penggunan pupuk hijau dapat diberikan langsung bersama pengolahan tanah, tanpa harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu. 

Sebenarnya penggunaan pupuk hijau ini bukan barang baru lagi, namun karena sudah banyak ditinggalkan oleh petani maka pupuk hijau ini terabaikan. Misalnya pada tahun tujuh puluhan, merupakan suatu keharusan pihak pabrik tembakau di Klaten, menanam Crotalaria juncea (orok-orok) pada setiap habis panen tembakau, bertujuan untuk mengembalikan dan memperbaiki kesuburan tanahnya. Setelah tembakau dipanen, ditanam orok-orok, setelah besar maka tanaman orok-ork ini dirobohkan dan dicampur dengan tanah saat pengolahan tanah (pembajakan) yang kemudian digenangi. Tetapi pada masa sekarang keharusan tersebut sukar dipenuhi baik oleh pihak pabrik maupun petani. Petani merasa keberatan bila sawahnya ditanami legum (orok-orok), karena dianggap tidak produktif, selama penanaman orok-orok (sekitar 1 bulan). Tanaman Crotalaria juncea di samping hasil biomasanya tinggi juga mempunyai kandungan N tinggi pula (3,01 % N). 

Masih banyak tanaman legum lainya sebagai pupuk hijau yang dapat dikembangkan yang memiliki kualitas hara tinggi. Tanaman legum semusim yang berbentuk perdu yang lain yang dapat digunakan sebagai pupuk hijau adalah Tephrosia candida, sedang yang berbentuk semak berbatang lembek antara lain Colopogonium muconaides (3,2 % N), Centrosema. Sp, dan Mimosa invisa yang banyak digunakan di perkebunan-perkebunan karet dan kelapa sawit. Untuk tanaman pupuk hijau yang berbentuk pohon yang biasa digunakan sebagai pohon pelindung atau sebagai tanaman pagar dalam sistem pertanian lorong antara lain Glerisedia sepium (gamal) (3,46 % N), Leucaena glauca (lamtoro) , dan Sesbania grandiflora (turi putih) (2,42 % N).

Tumbuhan air yang banyak dikembangkan sebagai pupuk hijau adalah Azolla ( A. mexicana, A. microphylla dan A. pinnata). Tanaman air ini termasuk tanaman penambat N2 udara. Azolla apabila dimasukkan dalam tanah, pada kondisi tergenang akan terombak dan selama 2 minggu mampu melepas 60-80 % dari N yang dikandungnya. Penggunaan Azzola sebagai pupuk ini cukup potensial dikembangkan dilahan persawahan. Dalam penelitian dilaporkan penggunaan Azolla untuk budidaya padi sawah mampu memasok 20-40 kg N per hektar ke dalam tanah dan mampu meningkatkan hasil padi 19,23 % atau 0,5 ton per hektar. Apabila penggunaan azolla diberikan dua kali yaitu sebelum dan sesudah tanam, peningkatan hasil padi bisa mencapai 38,46 % atau 1 ton per hektar.

Contoh lain tanaman air yang banyak digunakan masyarakat sekitar Rawapening adalah memanfaatkan tanaman enceng gondok sebagai sumber bahan organik untuk pupuk. Sebenarnya enceng gondok sebagai pencemar pengairan yang banyak kita dapatkan diperairan kita seperti di sungai-sungai, dam dan waduk yang dekat dengan perkotaan atau daerah pertanian, karena adanya pengayaan hara dalam perairan maka tumbuh tanaman ini. Walaupun tanaman ini tidak bisa menmbat N, namun karena pertumbuhan cepat dan biomasa/volumenya banyak dan bahannya sangat lunak dan berair, maka enceng gondok potensial dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang berkulitas. Pupuk organik ini banyak digunakan untuk tanaman hias, hortikultura dan bahkan perkebunan.

Pada akhir-akhir ini, mengingat semakin terbatasnya bahan organik yang tersedia, maka dikembangkan tanaman-tanaman nonlegum untuk dapat digunakan sebagai bahan pupuk hijau yang cukup potensial. Tentunya harus ada pedoman atau patokan bahan tanaman yang potensial dapat digunakan untuk pupuk. Suatu tanaman dapat digunakan sebagai pupuk hijau apabila (1) cepat tumbuh; (2) bagian atas banyak dan lunak (succulent); dan (3) kesanggupannya tumbuh cepat pada tanah yang kurang subur, sehingga cocok dalam rotasi. Terkadang kita tidak berfikir penggunaan bahan organik mempunyai kelebihan dalam pelepasan hara dapat secara perlahan-lahan, sehingga akan berpengaruh pada penyediaan jangka panjangnya. Sehingga pengaruh residu bahan organik dapat dirasakan pada musim tanam berikutnya. 

Sebenarnya banyak bahan yang dapat kita gunakan sebagai sumber bahan organik untuk pupuk. Bahkan dalam penelitian yang telah saya lakukan, taaman kirinyu atau krenu (Cromolaena odorata) ternyata mempunyai potensi untuk digunakan sebagai tanaman pupuk hijau pada budidaya kacang tanah. Biomasa kirinyu mempunyai kandungan hara yang cukup tinggi, mengandung hara nitrogen 2.65% N, mengandung hara fosfor 0.53% P dan mengandung hara kalium 1.9% K sehingga biomasa kirinyu merupakan sumber bahan organik yang potensial untuk perbaikan kesuburan tanah. Contoh yang lain untuk daerah dataran tinggi, banyak tumbuh tanaman perdu lainya yang dapat digunakan sebagai bahan pupuk hijau antara lain tanaman paitan (Titonia diversifolia), tanaman ini telah dikembangkan sebagai sumber bahan organik untuk meningkatkan ketersediaan hara. 

Sisa tanaman dan Sampah Kota. 

Sisa tanaman dapat digunakan sebagai pupuk yang berperan sebagai suatu cadangan yang dapat didaurkan kembali untuk meningkatkan ketersediaan dan pengawetan hara dalam tanah. Dalam penggunaan sisa tanaman ini tentunya harus dilihat kandungan haranya. Praktek-praktek pengelolaan sisa tanaman memegang peranan utama dalam mengatur ketersediaan hara yang terkandung dalam sisa tanaman. Jerami padi, jagung dan tebu merupakan sisa tanaman yang mempunyai nisbah C/N yang tinggi, sehingga perlu adanya waktu pemeraman (incubation), atau pengomposan terlebih dahulu dalam praktek pemakaiannya.

Sampah kota merupakan bahan organik yang banyak kita temukan di kota-kota besar, yang merupakan permasalahan lingkungan dalam penanganannya. Usaha penggunaan sampah kota untuk aplikasi langsung di lahan pertanian, umumnya mengalami berbagai permasalahan. Beberapa sebab ketidak berhasilan penggunaan sampah kota sebagai pupuk antara lain: (1) masalah ekonomi pengumpulannya dan pemindahan bahan, (2) kesulitan pemisahan dan pensortiran bahan yang tidak terlapukan secara biologis (seperti : kaca, plastik, logam), (3) kandungan hara khususnya N setiap bahan sangat bervariasi. Apabila bahan yang tahan lapuk telah dipilahkan, suatu teknologi yang dapat direkomendasikan untuk pemanfaatan sampah kota adalah pengomposan. 

Sifat yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sampah kota : (1) Adanya kontaminasi gelas, plastik dan logam, sehingga bahan-bahan ini perlu dikeluarkan dari bahan pupuk; (2) Kandungan hara. Nilai C/N bahan pada umumnya masih relatif tinggi sehingga perlu pengomposan; (3) Komposisi organik sampah kota sangatlah bervariasi, bahkan kadang-kadang terdapat senyawa organik yang bersifat racun bagi tanaman; (4) Terdapat banyak sekali macam mikrobia dalam sampah kota baik bakteri, fungi dan actinomycetes, bahkan perlu diwaspadai adanya mikrobia patogen bagi tumbuhan atau manusia.

Tentang Pembuatan Kompos Organik

Tentang Pembuatan Kompos Organik

Pembuatan kompos (composting) dapat dijadikan jalan keluar dalam mengelola limbah. Kompos sangat berguna dalam memanfaatkan sampah organik (berasal dari benda hidup) menjadi material yang dapat menyuburkan tanah (pupuk kompos). Selain itu, pembuatan kompos secara komersil dapat dijadikan sebuah peluang usaha yang menggiurkan. Seiring dengan berjalannya waktu, sampah yang dihasilkan manusia akan terus bertambah dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia tersebut. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, bahkan sampah telah menjadi masalah serius di perkotaan. Kompos dapat dibuat untuk meminimalisasi efek negatif yang ditimbulkan sampah dengan membuatnya menjadi lebih bermanfaat secara ekologis maupun finansial.

Pemanfaatan sampah organik pada pembuatan kompos ini dapat dijadikan jalan keluar dalam mencegah timbulnya kembali tumpukan sampah seberat ribuan ton yang telah menyebabkan longsor dan korban jiwa. Jika saja sebelumnya sampah tersebut dapat diolah menjadi kompos, maka musibah longsor dan korban jiwa dapat dihindarkan. 

Prinsip pengomposan

Christopher J. Starbuck, seorang ahli holtikultura dari University of Missouri menjelaskan, kompos merupakan bahan organik yang telah membusuk beberapa bagian (partially decomposed) sehingga berwarna gelap, mudah hancur (crumbled), dan memiliki aroma seperti tanah (earthy). Kompos dibuat melalui proses biologi, yaitu seperti penguraian pada jaringan tumbuhan oleh organisme yang ada dalam tanah (soil). Ketika proses pembusukan selesai, kompos akan berwarna coklat kehitaman dan menjadi material bubuk bernama humus. 

Dalam kondisi alami, hewan dan tumbuhan akan mati di atas tanah. Makhluk hidup yang telah mati tersebut akan diuraikan bakteri pembusuk, kemudian membentuk suatu material yang dapat menghidupkan dan menyuburkan tanaman. Proses yang terjadi dalam pembuatan kompos ini tidak jauh berbeda dengan proses pada penguraian tersebut. Oleh karena itu, pembuatan kompos sering dianggap sebagai seni dalam merubah kematian menjadi kehidupan (the art of turning death into life). 

National Organic Gardening Centre yang berada di Kota Coventry, Inggris dalam publikasinya menjelaskan, pembuatan kompos pada dasarnya adalah membuat suatu kondisi yang mendukung (favourable condition) bagi pertumbuhan populasi mikroorganisme dalam proses pembusukan untuk membuat material humus yang sangat penting bagi tanah. Pembusukan dalam pembuatan kompos akan lebih cepat (speeded up) dibandingkan dengan pembusukan yang terjadi pada proses alami.

Prinsip pembuatan kompos merupakan pencampuran bahan organik dengan mikroorganisme sebagai aktivator. Mikroorganisme tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti kotoran ternak (manure) atau bakteri inokulan (bakterial inoculant) berupa Effective Microorganisms (EM4), orgadec, dan stardec. Mikroorganisme tersebut berfungsi dalam menjaga keseimbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan pembuatan kompos. 

Bahan yang diperlukan dalam pembuatan kompos adalah substansi organik. Bahan tersebut dapat berupa dedaunan, potongan-potongan rumput, sampah sisa sayuran, dan bahan lain yang berasal dari makhluk hidup. Kemudian, bahan-bahan tersebut harus memiliki rasio karbon dan nitrogen yang memenuhi syarat agar berlangsung pengomposan secara sempurna. Sampah organik dapat diubah menjadi kompos dengan suksesi berbagai macam organisme. Selama fase awal pengomposan, bakteri meningkat dengan cepat. Berikutnya, bakteri berfilamen (actinomycetes), jamur, dan protozoa mulai bekerja. Setelah sejumlah besar karbon (C) dalam kompos dimanfaatkan (utilized) dan temperatur mulai turun, centipedes, milipedes, kutu, cacing tanah, dan organisme lainnya melanjutkan proses pengomposan (Starbuck, 2004).

Organisme yang bertugas dalam menghancurkan material organik membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, dalam proses pengomposan perlu ditambahkan material yang mengandung nitrogen agar berlangsung proses pengomposan secara sempurna. Material tersebut salah satunya dapat diperoleh dari kotoran ternak (manure). Nitrogen akan bersatu dengan mikroba selama proses penghancuran material organik. 

Setelah proses pembusukan selesai, nitrogen akan dilepaskan kembali sebagai salah satu komponen yang terkandung dalam kompos. Pada fase berikutnya, jamur (fungi) akan mencerna kembali substansi organik untuk cacing tanah dan actinomycetes agar mulai bekerja. Cacing tanah akan bertugas dalam mencampurkan substansi organik yang telah dicerna kembali oleh jamur dengan sejumlah kecil tanah lempung (clay) dan kalsium yang terkandung dalam tubuh cacing tanah. Selama proses tersebut, rantai karbon yang telah terpolimerisasi (polymerized) akan tersusun kembali pada pembentukan humus dengan menyerap berbagai kation seperti sodium, amonium, kalsium, dan magnesium. Dalam tahap ini, kompos sudah bisa digunakan sebagai pupuk pada tumbuhan penghasil jagung, labu, ketela, melon, dan kubis. 

Pada fase terakhir, organisme mengoksidasi substansi nitrogen menjadi nitrat (nitrates) yang dibutuhkan akar tanaman dan tumbuhan bertunas (sprouting plants) seperti rebung dan tauge. Kompos akan berubah menjadi gelap, wangi, remah, dan mudah hancur. Fase ini disebut juga sebagai fase kematangan (ripeness) karena kompos sudah dapat digunakan. 

Keberhasilan dalam pembuatan kompos sangat dipengaruhi beberapa faktor. Dalam proses pengomposan, harus dilakukan pengontrolan terhadap kelembaban, aerasi (tata udara), temperatur, dan derajat keasaman (pH). Kelembaban antara 50-60% merupakan angka yang cukup optimal pada pembuatan kompos. Pengomposan secara aerob membutuhkan udara, sehingga perlu dilakukan pembalikan (turning) pada kompos agar tercipta pergerakan udara. Temperatur akan naik pada tahap awal pengomposan, namun temperatur tersebut akan berangsur-angsur turun mencapai suhu kamar pada tahap akhir. Keasaman kompos akan meningkat, karena bahan yang dirombak menghasilkan asam-asam organik yang sederhana dan keasaman ini akan kembali normal ketika kompos telah matang. 

Aplikasi

Pembuatan kompos di tingkat masyarakat dapat dibuat dengan lebih praktis, lebih sederhana, dan dalam waktu yang sangat singkat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Bio Reaktor Mini (BRM) dalam proses pengomposan. Bio Reaktor Mini (BRM) ini dapat membuat kompos dengan kapasitas sekira 200 liter. Penggunaan BRM sangat cocok diterapkan masyarakat di tingkat RT/RW dalam mengelola sampah. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan mengumpulkan sampah rumah tangga yang jumlahnya sangat banyak. Setelah itu, kompos yang dihasilkan masyarakat tersebut bisa digunakan kembali untuk kepentingan masyarakat atau dijual untuk memperoleh keuntungan ekonomis.Kompos yang dicampurkan ke dalam tanah dapat meningkatkan kesuburan (fertility) tanah, menambah bahan organik dalam tanah, dan memperbaiki kondisi fisik tanah tersebut. Kompos dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam tanah. Mikroorganisme tersebut berfungsi dalam mengeluarkan zat gizi dan material lainnya ke dalam tanah.

Pengerasan (crusting) tanah di permukaan dapat dicegah dengan pemberian kompos. Jika kompos mengandung sejumlah kecil tanah, maka kompos tersebut akan bermanfaat sebagai bagian dari media pertumbuhan untuk tanaman dan akan mengawali tumbuhnya buah dari tanaman tersebut (Starbuck, 2004).Kompos dapat menambah kandungan bahan organik dalam tanah yang dibutuhkan tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam kompos dapat mengikat partikel tanah. Ikatan partikel tanah ini dapat meningkatkan penyerapan akar tanaman terhadap air, mempermudah penetrasi akar (root penetration) pada tanah, dan memperbaiki pertukaran udara (aeration) dalam tanah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Kompos dapat mendukung berjalannya gerakan pertanian organik (organic farming) yang tidak menggunakan bahan kimia dan pestisida dalam pertanian.

Pengelolaan sampah (waste management) dengan pembuatan kompos secara nyata telah menjadikan sampah sebagai sebuah aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Banjir yang terjadi akibat tumpukan sampah di sungai harus dijadikan dasar pertimbangan untuk melakukan pengomposan sampah secara profesional. Peluang ekonomis sampah ini harus dapat dimanfaatkan dengan baik, tentunya dengan dukungan para penentu kebijakan, para ahli lingkungan, dan masyarakat secara umum.

Manfaat EM-4 untuk Pertanian

EM-4 untuk Pertanian 

Produk EM-4 Pertanian merupakan kultur EM dalam medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan, berbau asam . Didalam medium cair, EM-4 pertanian berada dalam kondisi istirahat (dorman). Sewaktu diinokulasikan dengan cara mnyemprotkannya ke dalam bahan organic dan tanah atau pada tubuh tanaman,

EM-4 pertanian akan aktif memfermentasi memfermentasi bahan organic (sisa-sisa tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, dll) yang terdapat dalam tanah. Hasil fermentasi bahan organic tersebut adalah berupa senyawa organic yang mudah diserap langsung oleh perakaran tanaman misalnya gula, alcohol, asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa organic lainnya.

Pemberian bahan organic ke dalam tanah tanpa inokulasi EM-4 Pertanian akan menyebabkan pembusukan bahan organic yang terkadang akan menghasilkan unsur anorganic sehiingga akan menghasilkan panas dan gas beracun yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

Selain mendekomposisi bahan organic di dalam tanah, EM-4 Pertanian juga merangsang perkembangan mikroorganisme lainnya yang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, misalnya bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut fosfat dan mikoriza. Mikoriza membantu tumbuhan menyerap fosfat di sekilingnya. Ion fosfat dalam tanah yang sulit bergerak menyebabkan tanah kekurangan fosfat. Dengan EM-4 Pertanian hife mikoriza dapat meluas dari misellium dan memindahkan fosfat secara langsung kepada inang dan mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap tanaman. EM-4 Pertanian juga melindungi tanaman dari serangan penyakit karena sifat antagonisnya terhadap pathogen yang dapat menekan jumlah pathogen di dalam tanah atau pada tubuh tanaman.

Manfaat EM-4 Pertanian 
Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. 
Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan Kompos 
Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen. 
Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi.

APLIKASI EM-4 DI BIDANG PERTANIAN

APLIKASI EM-4 DI BIDANG PERTANIAN

Tanaman
Padi, Palawija, Sayuran, bunga dan tanaman setahun lainnya.

Dosis dan Perlakuan
Sebagai pupuk dasar, gunakan BOKASHI sebanyak 3-5 ton per Ha. Untuk penyemprotan gunakan EM-4 sebanyak 3-10 ml per liter air dilakukan setiap satu minggu sekali, disemprotkan secara merata ke tanah dan tubuh tanaman.


APLIKASI EM-4 DI BIDANG PETERNAKAN
Manfaat : 
Mengurangi polusi bau khususnya pada kandang ternak dan lingkungan sekitarnya. 
Mengurangi stres pada ternak 
Menyehatkan ternak 
Menyeimbangkan mikroorganisme di dalam perut ternak 
Meningkatkan nafsu makan ternak 
Menekan penyakit pada ternak 
Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi ternak 

Cara Pemakaian : 
Sebagai air minum ternak, Larutkan 1 cc EM-4 per satu liter air minum setiap hari. 
Larutkan 1 cc EM-4 per satu liter air, kemudian disemprotkan ke dalam pakan ternak. 

Untuk mencegah bau kotoran dan kandang ternak, larutkan EM-4 dan Molas ke dalam air dengan perbandingan 1:1:100 kemudian disimpan dalam tempat yang tertutup rapat selama 1-2 hari kemudian dipergunakan untuk menyemprot kandang dan pada badan ternak dengan dosis 10 cc larutan dalamn 1 liter air.

Cara Menbuat Effective Micro-organisms 4 (EM-4)

Cara Menbuat Effective Micro-organisms 4 (EM-4)

Sediakan ember yang mempunyai tutup. Campurkan 5 liter air pencuci beras + 5 liter air kelapa ( cari di tukang jual kelapa di pasar )= cincangan sayur, klu bisa dtambah kulit jeruk + 1 butur ragi + 1 kg gula jawa yang sudah dicairkan. Aduh jadi satu dalam ember, tutup dan buka serta kacau . Perlakuan buka, aduk dan tutup kembali ini dilakukan 4 x selang waktu 4 haru=i, pas di hari ke 17 em-4 dah jadi. Sayuran bisa jadi kompos. Ok

Dengan cara memperbanyak dari benih bakteri yang ada:

Cara Pembiakan Bakteri
Untuk menghemat biaya, bibit bakteri EM4 yang dibeli di toko atau koperasi Saprotan dapat dikembangbiakkan sendiri, sehingga kebutuhan pupuk organik untuk luas lahan yang ada dapat dipenuhi. Adapun prosedur pembiakan bakteri EM4 adalah sebagai berikut:

Bahan dan Komposisi:
1 liter bakteri
3 kg bekatul (minimal)
¼ kg gula merah/gula pasir/tetes tebu (pilih salah satu)
¼ kg terasi
5 liter air
Alat dan Sarana:
Ember
Pengaduk
Panci pemasak air
Botol penyimpan
Saringan (dari kain atau kawat kasa)

Cara Pembiakan:
Panaskan 5 liter air sampai mendidih.
Masukkan terasi, bekatul dan tetes tebu/gula (jika memakai gula merah harus dihancurkan dulu), lalu aduk hingga rata.
Setelah campuran rata, dinginkan sampai betul-betul dingin! (karena kalau tidak betul-betul dingin, adonan justru dapat membunuh bakteri yang akan dibiakkan).
Masukkan bakteri dan aduk sampai rata. Kemudian ditutup rapat selama 2 hari.
Pada hari ketiga dan selanjutnya tutup jangan terlalu rapat dan diaduk setiap hari kurang lebih 10 menit.
Setelah 3-4 hari bakteri sudah dapat diambil dengan disaring, kemudian disimpan dalam botol yang terbuka atau ditutup jangan terlalu rapat (agar bakteri tetap mendapatkan oksigend dari udara).
Selanjutnya, botol-botol bakteri tersebut siap digunakan untuk membuat kompos, pupuk cair maupun pupuk hijau dengan komposisi campuran seperti yang akan diuraikan dibawah ini.
Catatan: Ampas hasil saringan dapat untuk membiakkan lagi dengan menyiapkan air kurang lebih 1 liter dan menambahkan air matang dingin dan gula saja.

Mendaur Ulang Sampah Dapur Rumah Tangga Menjadi Kompos Organik

Mendaur Ulang Sampah Dapur Rumah Tangga 

Alternatif 1 : 

Siapkan : 
Kardus 
Bantalan yang dibuat dari sabut kelapa yang dibungkus dengan kasa nyamuk plastik 
5-6 kg kompos yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan 
Sampah yang telah dipotong-potong ukuran 2 - -4 cm 
Alat pengaduk 
Karung plastik yang berpori-pori (untuk membungkus kardus) atau keranjang tempat cucian baju kotor (takakura). 

Cara membuat : 
Letakkan bantalan sabut kelapa diatas adukan kompos + sampah 
Lakukan lapis demi lapis sampai kardus penuh. Kardus disimpan di dalam keranjang (takakura) atau bungkus dengan karung plastik yang berpori. Letakkan ditempat yang tidak terkena hujan dan terik matahari. Setiap 3-4 hari dibuka dan diaduk-aduk, lakukan terus sampai seluruh sampah menjadi hitam, hancur. 
Sampah telah berubah menjadi kompos siap pakai/dijual. (untuk dijual, diayak terlebih dahulu). Jika kardus pertama penuh, buatlah kardus kedua, dst. 

Alternatif 2 : 

Wadah drum, ember plastik atau gentong 
Wadah diberi lubang didasarnya untuk pertukaran udara 
Bahan sampah yang dipotong 2 – 4 cm 
Mikroorganisma pengurai sebagai aktivator. Contohnya EM-4, Starbio, Temban. Bahan-bahan ini bisa diganti dengan kompos dari tumbuh-tumbuhan. 
Air 
Alat pengaduk. 

Cara membuat : 
Bahan sampah dimasukkan didalam wadah selapis, kemudian ditambahkan kompos atau mikroorganisma pengurai 
Lakukan terus menerus selapis demi selapis sampai wadah penuh 
Disiram dengan air secara merata 
Pada hari ke 5 -7, media dapat diaduk-aduk. Pengadukan diulang setiap lima hari dan dihentikan sampai sampah menjadi hitam dan hancur. 
Sampah telah berubah menjadi kompos. 

Catatan : 

Pengaturan suhu merupakan faktor penting dalam pengomposan. Salah satu faktor yang sangat menentukan suhu adalah tingginya tumpukan. Tumpukan lahan yang terlalu rendah akan berakibat cepatnya kehilangan panas. Ini disebabkan tidak adanya cukup material untuk menahan panas yang dilepaskan sehingga mikroorganisma tidak akan berkembang secara wajar. Sebaliknya bila timbunan terlalu tinggi, akan terjadi kepadatan bahan organic yang diakibatkan oleh berat bahan sehingga suhu menjadi sangat tinggi dan tidak ada udara di dalam timbunan. Tinggi timbunan yang memenuhi syarat adalah 1,2 – 2,0 meter dan suhu ideal selama proses pengomposan adalah 40 derajat-50 derajat C. 

Untuk mempercepat terjadinya proses pengomposan, maka pH timbunan harus diusahakan tidak terlalu rendah. Namun, pH timbunan yang rendah dapat dicegah dengan pemberian kapur, abu dapur atau abu kayu. 

Bahan mentah yang baik untuk penguraian atau perombakan berkadar air 50 – 70 %. Bahan dari hijauan biasanya tidak memerlukan tambahan air, sedangkan cabang tanaman yang kering atau rumput-rumputan harus diberi air saat dilakukan penimbunan. Kelembaban timbunan secara menyeluruh diusahakan sekitar 40 – 60 %. 

Pada saat pengomposan akan timbul asap dari panas yang dikeluarkan. Hal ini akan mengakibatkan timbunan bahan menjadi kering. Agar hal ini dapat diketahui sedini mungkin, ke dalam timbunan perlu ditancapkan bambu panjang.

CARA PEMBUTAN BOKASHI EXPRES 24 JAM

BOKASHI EXPRES 24 JAM

Bahan : 1. Jerami kering / daun-daun kering / sekam / serbuk gergaji atau bahan apa saja yang bisa 

difermentasi sebanyak ± 200 kg.

2. Bokashi yang sudah jadi 20 kg

3. Dedak 20 kg

4. Gula pasir 5 sendok makan

5. EM4 200 ml (20 sendok makan)

6. Air secukupnya

Cara Pembuatan :

1. Larutkan EM4 dan gula ke dalam air

2. Jerami kering (atau bahan-bahan apa saja yang bisa difermentasikan) dicampur dengan Bokashi yang sudah jadi dan dedak secara merata.

3. Siramkan larutan EM4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30%. Bila adonan doikepal dengan tangan air tidak keluar dari adonan dan bila kepalan dilepas, maka adonan akan merekah.

4. Adonan digundukkan di atas tempat yang kering dengan ketinggian tumpukan 15 s/d 20 cm, kemudian ditutup dengan karung goni selama 3 s/d 4 hari.

5. Pertahankan suhu gundukan adonan 40 s/d 50 ºC. Jika suhu lebih dari 50ºC, bukalah karung penutup dan gundukan adonan dibolak-balik kemudian ditutup lagi dengan karung goni. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan. Pengecekan suhu dilakukan setiap 5 jam.

6. Setelah 24 jsm, Bokashi Expres telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk orgaik.

b. Bokashi Pakan Ternak dari Pkotoran Hewan

Manfaat : Untuk pakan ternak ayam, itik, babi. Dapat menekan biaya pakan ternak lebih dari 30%

Syarat : Kotoran ayam, kambing, sapi dalam keadaan kering.

Formula A :

Bahan: 

1. Kotoran ayam, 2 bagian

2. Kotoran kambing, 1 bagian

3. EM4 (10 ml) 

4. Dedak secukupnya Gula pasir 2 sendok makanatau molases / tetes tebu 10 ml

5. Air secukupnya

6. Kadar air 30%

7. Tanah subur yang bersih 1 genggam.

Formula B :

Bahan : 10 bagian sebagaimana Formula A ditambah dengan dedak 5 bagaian, konsentrat 2 bagian dan jagung 2 bagian

Cara Pembuatan : Formula A dan Formula B dicampur menjadi satu kemudian dapat langsung digunakan sebagai pakan ternak.

Cara Penggunaan Bokashi Pakan Ternak dan Pakan Ternak Tambahan:

1. Untuk ayam petelur diberikan setelah ayam berumur 3 bulan

2. Pemberian larutan EM4 dapat dilakukan setiap hari pada air minum ternak dengan konsentrasi 0,5 s/d 1 ml setiap 1 liter air minum ternak

Cara Penggunaan :

1. 3 s/d 4 genggam Bokashi setiap meter persegi disebar merata di atas permukaan tanah pada tanah yang kurang subur dapat diberikan lebih.

2. Cangkul / bajak tanah untuk mencampurkan Bokashi ke dalam tanah. Penggunaan penutup tanah (mulsa) 

Dari jerami atau rumput-rumput kering sangat dianjurkan pada tanah tegalan.

Pada tanah sawah pemberian Bokashi dilakukan pada waktu pembajakan dan setelah tanaman padi berumur 14 hari dan 1 bulan.

3. Siramkan / Semprotkan 2 CC EM4 / liter air ke dalam tanah

4. Biarkan Bokashi selama seminggu, kemudian bibit siap ditanam.

5. Untuk tanaman buah-buahan, Bokashi disebar merata di permukaan tanah / perakaran tanaman, dan siramkan 2 CC EM4 / liter air setiap 2 minggu sekali.

Cara Penggunaan Khusus :

1. Bokashi Jerami dan Bokashi Pupuk kandang baik dipakai untuk melanjutkan fermentasi penutup tanah (mulsa) dan bahan organik lainnya di lahan pertanian, juga banyak diugnakan pada tanah sawah karena ketersediaan bahan yang cukup.

2. .Bokashi Pupuk Kandang dan Bokashi pupuk kandang – Tanah baik dipakai untuk pembibitan dan menanam bibit yang masih kecil.

3. Bokashi Expres baik digubanakan sebagai penutup tanah (mulsa) pada tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan.

4. Pemuatan Bokashi dapat disesuaikan dengan ketersediaan bahan di masing-m,asing lahan pertania.

Tahapan Menuju Penerapan Pertanian Organik

Tahapan Menuju Penerapan Pertanian Organik

Melalui pemahaman prinsip-prinsip PHT dan analisa agroekosistem, petani mengetahui bahwa keadaan tanah merupakan faktor penting untuk kesehatan tanaman dan memungkinkan adanya keseimbangan dalam agroekosistem. Terdapat 4 prinsip yang harus dapat dipahami oleh para petani Alumni SLPHT agar mampu menerapkan PHT dilahannya, yaitu Budidaya tanaman sehat, pengamatan mingguan (rutin), pelestarian musuh alami dan petani sebagai ahli PHT.

Budidaya tanaman sehat merupakan langkah awal untuk meminimalkan serangan hama dan penyakit. Dengan asumsi bahwa jika tanaman telah tumbuh dengan sehat, maka tanaman memiliki kemampuan mempertahankan diri dari serangan hama maupun penyakit.

Budidaya tanaman sehat mencakup berbagai aspek mulai dari pra tanam hingga panen. Tanaman sehat dapat diperoleh jika bibit yang digunakan sehat, di tanam pada tanah yang sehat, penerapan cara budidaya yang baik dan didukung oleh lingkungan yang sehat.

Pengamatan merupakan bagian penting dalam budidaya apel. Dengan pengamatan, dapat diketahui pertumbuhan tanaman, keberadaan serangga hama dan musuh alaminya, intensitas serangan hama dan penyakit dan keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan tanaman, hama dan penyakit. Hasil pengamatan dianalisa dan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yaitu tindakan yang perlu dilakukan untuk melindungi tanaman agar dapat tumbuh sehat.

Pelestarian musuh alami merupakan kegiatan yang ditujukan untuk menjaga keberadaan dan kemampuan musuh alami dalam menjalankan fungsinya yaitu sebagai pengendali alami hama dan penyakit tanaman. Keberadaan musuh alami dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan lingkungan hidupnya. Musuh alami pada umumnya peka terhadap penggunaan pestisida. Oleh sebab itu, penggunaan pestisida harus menjadi alternatif terakhir jika seperangkat cara pengendalian yang lain tidak mampu mengendalikan populasi maupun intensitas serangan hama dan penyakit sesuai yang diharapkan.

Sebagai pengambil keputusan dalam usaha tani maka petani alumni SLPHT diharapkan sebagai “Ahli PHT” yaitu memiliki kemandirian dalam penerapan PHT dan sebagai pemilik PHT. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pengendalian hama dan penyakit merupakan bagian integral dari seluruh tahapan proses usahatani, dan tindakan pengendalian harus dilakukan sedioni mungkin, cepat dan tepat. 

Dengan pemahaman terhadap agroekosistem dan prinsip-prinsip PHT memudahkan bagi petani untuk merencanakan tahapan-tahapan menuju penerapan sistem pertanian organik. Beberapa tahapan yang telah dan akan dilaksanakan secara terus menerus adalah sebagai berikut :

a. Peningkatan Daya Dukung Lahan.

Pemberian pupuk organis adalah untuk meningkatkan kesuburan fisik, biologis dan kimiawi tanah. Fisik tanah yang remah dan dengan rongga tanah yang cukup sangat dibutuhkan oleh akar tanaman dan baik untuk tempat hidup mikroorghanisme tanah.

Kesuburan biologis yang cukup, akan menjamin ketersediaan unsur hara bagi tanaman dan pengendalian penyakit perakaran oleh agens antagonis. Adanya kehidupan serangga pengurai dalam tanah sangat membantu dalam pelestarian musuh alami (sebagai pakan selain hama). 

Kesuburan kimiawi adalah tersedianya unsur hara tanaman dalam jumlah dan jenis yang cukup sesuai pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik yang tepat akan menyediakan unsur hara sesuai kebutuhan tanaman baik dalam jumlah maupun jenisnya. Dosis pupuk organik yang dibutuhkan tanaman berdasarkan hasil uji tanah adalah 30 – 50 kg per pohon. Namun, sebagian besar petani masih memberikan pupuk organik dibawah 10 kg per tanaman.

b. Perbaikan kualitas tanaman.

Kegiatan ini ditujukan untuk mengganti cabang-cabang yang sudah tua dan ada kerusakan jaringan akibat penggunaan pestisida sistemik yang berlebihan maupun oleh faktor lain. Dengan adanya cabang baru yang sehat, diharapkan akan menghasilkan buah dan daun yang lebih baik. Pada keadaan tertentu, juga dilakukan pangkas pohon pokok (pangkas habis) pada tanaman apel yang batang pokoknya rusak akibat serangan penyakit. Kegiatan ini ternyata mampu menumbuhkan batang baru yang sehat dan lebih baik. Pada batang pohon yang mengalami kerusakan parah hingga ke akar tanaman, maka dilakukan pembongkaran untuk mencegah penularan penyakit dan untuk penjarangan pohon agar jarak tanamnya lebih baik.

c. Perbaikan kualitas kebun.

Apel membutuhkan ketersediaan air secara terus menerus, tetapi tidak tahan terhadap genangan air (air jenuh). Dalam kondisi daya serap tanah terhadap air rendah, sangat diperlukan adanya sistem irigasi yang baik untuk menjamin ketersediaan air. Saat ini, pada salah satu kebun telah ada rancang bangun sistem irigasi tetes yang dibuatkan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. 

Penyiangan kebun dilakukan untuk memanen hijauan sumber bahan organik sehingga tidak perlu dengan pencangkulan yang dalam maupun dengan herbisida. Sisakan sebagian gulma untuk penutup tanah, tempat hidup beberapa serangga dan mencegah erosi permukaan tanah. Penyiangan sebaiknya dilakukan dengan membabat gulma sebelum menghasilkan biji.

Untuk meningkatkan keragaman serangga dan sekaligus untuk melestarikan musuh alami dalam rangka menjaga keseimbangan agroekosistem perlu dilakukan penanaman beberapa tanaman non apel, baik sebagai penutup tanah, sumber bahan organik serta sebagai barier atau tanaman pagar.

d. Pemanfaatan dan pelestarian musuh alami

Salah satu faktor yang menyebabkan usahatani menjadi mahal dan tidak efisien adalah tidak adanya atau sangat rendahnya populasi musuh alami. Sehingga sangat banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menggantikan peran musuh alami dalam menekan populasi hama. Untuk memancing kehadiran seerangga dewasa musuh alami, perlu penanaman tanaman yang berbunga, namun perlu diperhitungkan kehadiran hama Thrips yang juga menyukai bunga.

Musuh alami secara umum lebih peka terhadap pestisida, oleh sebab itu dalam aplikasi pestisida (insektisida) lebih baik menggunakan yang berspektrum sempit dan jika diperlukan lakukan aplikasi spot-spot. Akan lebih baik jika menggunakan pestisida nabati dengan memanfaatkan tanaman yang ada. Pengendalian hama juga dapat dilakukan dengan cendawan entomopatogen yaitu Beauveria bassiana atau Metarhizium sp (keduanya telah dieksplorasi dari kebun apel). Untuk pengendalian penyakit digunakan bubur california (BC). Strategi penggunaan BC adalah dengan aplikasi dini berdasarkan suhu dan kelembaban serta arah angin, fase pertumbuhan tanaman dan serangan di kebun sekitar (sumber inokulum di hamparan). Hal ini perlu dilakukan karena keterlambatan aplikasi dapat mengakibatkan tidak efektifnya penggunaan BC dan belum adanya pengendali alami akibat penggunaan fungisida yang tinggi pada waktu yang lalu.

Pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah, tanaman akan mudah terserang penyakit perakaran atau tular tanah. Oleh sebab itu, pemberian bahan organik sebaiknya ditambahkan mikroorganisme yang mampu mengendalikan serangan penyakit dan berfungsi sebagai perombak atau pengurai yang membantu ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Mikroorganisme yang telah digunakan adalah Trichoderma sp (telah dieksplorasi dari kebun apel), Gliocladium sp dan Pseudomonas flourescens.